10 September 2012

Sebuah Surat Jati Diri

Selama ini, gua terus-menerus menulis tentang pelajaran. Seperti tulisan sebelumnya tentang pelajaran biologi, sejarah, dan lain-lain, semua itu gua dapat dari buku pelajaran SMA kelas II. Itu semua berasal dari keisengan gua. Gua pernah mencoba belajar dengan mengetikkan tulisan dalam buku ke komputer lalu membacanya. Setelah pekan ujian telah berakhir, tulisan itu masih tetap ada. Nah, berhubung gua merasa sayang banget kalau hasil ketikan gua bakal dibuang, yah, gua copy-paste deh ke blog. Eh, eh, rupanya hasil tulisan tentang pelajaran itu menarik pembaca juga. Karena itulah, gua berusaha untuk terus menulis bahasan pelajaran.

Sebetulnya bukan karena ingin mendapat "kunjungan" saja. Tapi karena saat gua di sekolah, beberapa guru sering menyuruh kita untuk melakukan tugas kelompok atau perorangan dan mempresentasikannya. Alhasil, tentu saja kita harus mencari bahan sana-sini. Tak jarang juga kita mengambil bahan dari internet. Selain karena mudah, juga lebih menghemat waktu daripada harus mengetik lagi dari buku pelajaran. (Nah lho, yang susah itu kan penulisnya.) Jadi, gua menulis tentang pelajaran itu juga karena gua yakin banyak orang yang membutuhkannya sementara informasi yang kita bisa dapat dari internet itu sedikit (yang berbahasa Indonesia).

Ngomong-ngomong tentang blog informasi berbahasa Indonesia nih. Gua heran, gua bisa menemukan banyak informasi pelajaran dari website luar negeri dengan tulisan Inggris. Tapi kenapa waktu gua mencoba mencari informasi itu dalam bahasa Indonesia, susahnya bukan main. Memang cukup banyak yang terpampang di tempatnya Om Google, tapi hanya segelintir yang "lolos" uji kegunaan. Sebagian orang hanya memuatkannya dan terkadang hasilnya "messy" banget. Memang sih, itu semua tergantung dengan si penulis, lagipula dia yang mau memberi. Tapi, yang namanya memberi itu sebaiknya dengan ikhlas dan tidak cuma-cuma, ibaratnya berikan semua gitu lho. Kalau gua sih, ingin banget nulisnya itu secara lengkap, jelas, dan padat. Hanya saja memang waktu dan "kemalasan" mengatur semuanya. Akhirnya, beberapa tulisan terbengkalai. Tapi, gua merasa gua selalu try my best. :)

Oke, sebenarnya yang tadi itu cuma "curhat". Sekadar menumpahkan sedikit isi hati. Selama beberapa tahun gua mengeluarkan 365 Days of Hope, sedikitpun gua tak pernah mempunyai sebuah "misi" dan "visi" yang jelas. Gua tak tau sebenarnya kenapa gua mau meneruskan blog ini, dan untuk apa dan siapa blog ini disambung. Sejujurnya, gua agak bingung. Kenapa, sih, gua belum punya sebuah misi yang jelas dalam kehidupan?

Bukan hanya dalam blog, tetapi juga pada kehidupan asli gua. Gua selalu membiarkan air mengalir dan rasanya tak pernah mencoba membelokkan aliran air itu. Gua mengikuti saran keluarga gua untuk memilih jurusan IPA, tapi gua tak tahu apa,sih, yang bakal gua dapat dari situ. Gua pernah berpikir kalau gua masuk IPA apalah gunanya, toh nanti gua pasti masuk kuliah jurusan bisnis. Tapi walau gua berpikir, gua juga tidak membelokkan aliran air itu. Gua tetap masuk IPA, dan membuang kesempatan masuk IPS.

Tapi yang namanya kehidupan harus ada yang mengaturnya. Tuhan dan diri kita sendiri. Kita bisa memilih jalan kiri atau kanan, atas atau bawah, baik atau benar, aman atau tidak. Semua bisa kita pilih tergantung keinginan kita untuk memilih jalan itu. Dan disini gua selalu bingung. Kembali ke urusan jurusan, gua bingung setelah gua lulus dari sekolah (sekarang ini sih gua lagi sekolah cuy!) kerja apa yang bisa gua lakukan. Dokterkah? Arsitekkah? Senikah? Programmingkah? Semua pikiran itu "terkadang" berkutat di pikiran gua. Gua terkadang curhat ke teman gua. Dan parahnya, teman gua juga sama bingungnya dengan gua. Ih, ini gimana sih?? Dimana lagi tempatku mengadu? Duh, satu-satunya adalah dengan adanya blog ini.

Gua baru saja mengupdate salah satu tulisan dari arsip dan kemudian menjelajahi sebuah blog. Saat gua liat blog itu, gua terkesima. Isinya menarik dan ternyata banyak yang memberi komentar. Dalam hati, gua juga cemburu. Seandainya blog gua begini, betapa enaknya tuh. Tetapi yang terpenting sebenarnya adalah bagaimana caranya orang itu bisa membuat sebuah tulisan tentang dirinya sendiri tapi dengan cara yang menyenangkan. Gua cemburu karena dia bisa berbuat demikian. Sementara gua, gua merasa kalau gua menulis sesuatu yang seperti itu, akan sangat terdengar seperti curhatan tak bermutu sang penulis tak terkenal. Seperti yang satu ini.

Jati diri. Jati diri. Jalan mana yang harus kupilih? Ku ikutikah dia? Atau kutemukan jalanku sendiri? Masalahnya selama gua hidup sampai saat ini, gua masih belum menemukan secercah cahaya tentang apa yang gua impikan dan cita-citakan. Balik lagi nih ke yang tadi-tadi. Gua pernah membaca sebuah novel. Novel itu novel tentang "cinta", tetapi juga menyinggung tentang impian dua buah insan. Yang satu ingin menjadi penulis dongeng dan yang satu lagi ingin menjadi pelukis terkenal. Lagi-lagi pertanyaan yang sama melintas dipikiran gua, apa cita-cita gua?

Saat zamannya gua kecil, masih ngetrend tulis "diari". Diari itu bukan maksudnya tentang "Dear diary, gua hari ini muntaber, makan ini, buat itu...", tapi tentang biodata seseorang. Nah, di biodata itu setiap orang akan menuliskan hal-hal seperti nama, alamat, tanggal lahir, makes, mikes, dan "cita-cita". Saat gua masih kecil, gua suka gambar. Maka dari itu gua menulis "komikus" ataupun "guru" di kolom cita-cita.

Tapi setelah beranjak dewasa (ceileh!), gua merasa gua tak sebenarnya menyukai bidang lukisan. Tetapi gua melukis karena "mengikuti". Gua melihat orang melukis, gua ingin mencobanya. Dan saat gua mencobanya, orang-orang lain memuji lukisan orang-orangan gua. Sejak saat itu, gua berpikir bahwa gua suka melukis. Padahal gua menyadari melukis itu bukan bakat gua, dan gua sudah lama tidak mengasah bakat itu, sehingga bakat melukis itu terkubur dalam-dalam. Seni itu bukan bakat gua.

Gua pernah mengikuti sebuah "sesuatu". Gua namakan sesuatu karena gua lupa namanya apa. Yang jelas itu adalah sebuah kelas yang ada di sekolah gua, dan bertujuan untuk membantu para siswa menemukan bidangnya, misalnya jurusan atau pekerjaan. Saat gua mengisi formulirnya dan berkonsultasi dengan kakak yang bertugas, gua "terintimidasi". Gua dicap tidak memperdulikan diri sendiri, karena gua lupa nilai-nilai akademis gua. Dari hasil yang didapat, gua dikategorikan cocok sebagai orang perpustakaan dan banyak hal lain, gua lupa. Tapi sayang, walau sudah di nasehati, gua masih belum bisa memperbaiki sikap gua yang tidak memperdulikan itu.

Apakah setelah gua sudah lulus sekolah baru gua bisa mencari jati diri gua? Apakah dengan begitu gua bisa mengetahui alasan mengapa gua lahir di dunia? Apakah setelah gua menemukan jati diri gua, itu merupakan sebuah hal yang pasti? Dan seberapa lamakah gua bakal menemukan jati diri gua?

Guys, bagaimana dengan kamu? Sudah ketemukah cita-cita kamu? Sudah dapatkah jati diri kamu? Kalau iya, maka gua bakal sangat cemburu... :')


Tidak ada komentar:

Posting Komentar