Perkembangan ketatanegaraan Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu sejak masa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai dengan sekarang, masa reformasi. Namun, sebenarnya tonggak ketatanegaraan Indonesia telah ada jauh sebelum proklamasi karena keinginan untuk merdeka dari penjajahan dan mendirikan negara telah menjadi keinginan besar rakyat sebagai bangsa yang merdeka dan menjalankan pemerintahan demi kesejahteraan rakyat. Secara formal, periode perkembangan ketatanegaraan dapat dirinci sebagai berikut.
- Periode berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945 s.d. 27 Desember 1949)
- Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 s.d. 17 Agustus 1950)
- Periode berlakunya UUDS 1950 (17 Agustus 1950 s.d. 5 Juli 1959)
- Periode berlakunya kembali UUD 1945 (5 Juli 1959 s.d. sekarang)
- Periode Orde lama (5 Juli 1959 s.d. 11 Maret 1966)
- Periode Orde baru (11 Maret 1966 s.d. 1998)
- Periode Reformasi (21 Mei 1998 s.d. sekarang)
Periode UUD 1945
Bentuk Negara Republik Indonesia dalam kurun waktu 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1945 adalah negara kesatuan. Landasan yuridis kesatuan Indonesia, antara lain sebagai berikut.
- Pembukaan UUD 1945 alinea 4 berbunyi: "... melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia..." Hal tersebut menunjukkan satu kesatuan bangsa Indonesia dan satu kesatuan wilayah Indonesia.
- Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 berbunyi: "Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik." Kata 'kesatuan' dalam pasal tersebut menunjukkan bentuk negara, sedangkan 'republik' menunjukkan bentuk pemerintahan.
Undang-undang dasar 1945 tidak menganut teori pemisahan kekuasaan secara murni seperti yang diajarkan
Montesquieu dalam ajaran trias politika. UUD 1945 lebih cenderung menganut prinsip pembagian kekuasaan. Dalam prinsip pembagian kekuasaan antara lembaga yang satu dan yang lainnya masih dimungkinkan adanya kerja sama dalam menjalanan tugas-tugasnya. Menurut UUD 1945, kekuasaan-kekuasaan dalam negara dikelola oleh empat lembaga, yaitu sebagai berikut.
- Legislatif, yang dijalankan oleh DPR;
- Eksekutif, yang dijalankan oleh presiden;
- Eksaminatif (mengevaluasi), kekuasaan inspektif (mengontrol), atau kekuasaan auditatif (memeriksa), yang dijalankan oleh DPK;
- Yudikatif, yang dijalankan oleh Mahkamah Agung.
Pembagian kekuasaan pada masa UUD 1945 kurun waktu 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1945 belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan belum terbentuknya lembaga negara seperti yang dikehendaki UUD 1945. Pada kurun waktu tersebut, di Indonesia hanya ada presiden, wakil presiden, menteri-menteri, serta Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Oleh karena itu, sejak 18 Agustus 1945 sampai dengan 16 Oktober 1945 segala kekuasaan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dijalankan oleh suatu lembaga atau badan, yaitu presiden yang dibantu oleh KNIP. Namun, setelah munculnya Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 Oktober 1945, terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislatif dijalankan oleh KNIP dan kekuasaan-kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945. Dengan keluarnya maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih ke tangan perdana menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintahan parlementer. Dengan demikian, pada periode ini pelaksanaan demokrasi masih ditekankan pada proses pembagian peran dalam kekuasaan dengan adanya pembagian kekuasaan mutlak atau penuh atas Indonesia sehingga kedaulatan rakyat dapat terlaksana.
Demokrasi yang digunakan dalam hukum dasarnya adalah demokrasi pancasila, demokrasi tidak lansung, dan demokrasi presidentil. Sementara pada realitanya hanya digunakan demokrasi parlementer.
Periode Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949
Menurut ketentuan pasal-pasal yang tercantum dalam Konstitusi RIS, sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer. Pada sistem ini, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat) dan apabila pertanggungjawaban tidak diterima oleh DPR, maka kabinet dibubuarkan. Dengan kata lain, kedudukan kabinet bergantung pada parlemen.
Sistem pemerintahan parlementer memiliki ciri-ciri pokok, yaitu :
- Perdana menteri bersama para menteri, baik secara bersama maupun sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada parlemen;
- pembentukan kabinet didasarkan kekuatan-kekuatan yang ada dalam parlemen;
- para anggota kabinet seluruhnya atau sebagian mencerminkan kekuatan yang ada dalam parlemen;
- kabinet dapat dijatuhkan setiap saat oleh parlemen dan sebaliknya kepala negara dengan saran perdana menteri dapat membubarkan parlemen dan memerintahkan diadakannya pemilihan umum;
- masa jabatan kabinet tidak dapat ditentukan dengan pasti;
- kedudukan kepala negara tidak dapat diganggu-gugat atau diminta pertanggungjawanan atas jalannya pemerintahan.
Sejarah sistem pemerintahan parlementer di Indonesia, telah dimulai sejak periode berlakunya UUDS 1045 yang pertama. Tepatnya sejak dikeluarkan maklumat pemerintah pada 14 November 1945. Akibatnya, kekuasaan pemerintahan bergerser dari tangan presiden kepada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Setiap undang-undang yang dikeluarkan harus terdapat tanda tangan menteri (contra seign menteri) sehingga presiden tidak dapat diganggu-gugat. Oleh karena itu, yang bertanggung jawab dalam penetapan suatu undang-undang adalah para menteri, baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan konstitusi RIS 1949, dapat disimpulkan bahwa konstitusi ini dipengaruhi oleh Monstiquieu. Namun, tidak menganut teori tersebut secara murni. Selain itu, kekuasaan negara bukan hanya terbagi dalam tiga kekuasaan/lembaga, tetapi terbagi dalam enam lembaga negara. Keenam lembaga negarar (alat-alat perlengkapan federal RIS), yaitu:
- presiden;
- menteri;
- senat;
- dewan perwakilan rakyat;
- mahkamah agung indonesia;
- dewan pengawas keuangan.
Dikarenakan dengan bentuk negara federasi, maka pelaksanaan demokrasi tiap negara bagian tidak sama. Apabila pada masa itu kesenjangan antar pulau Jawa dengan pulau-pulau lain di Indonesia masih jauh. Dengan kata lain, pelaksanaan demokrasi masih mengandalkan partisipasi politik di tiap negara bagian yang berbeda-beda.
Demokrasi yang digunakan dalam hukum dasarnya sama dengan realitanya yakni demokrasi liberal dan parlementer.
Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 s.d. 5 Juli 1959)
Bentuk negara yang dianut Indonesai pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah negara kesatuan. Hal tersebut ditegaskan dalam pasal 1 ayat 1 UUDS 1950 yang berbunyi, "Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat adalah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan." Bentuk negara kesatuan merupakan kehendak rakyat Indonesia. Selain itu, pada bagian Mukadimah UUDS 1950 disebutkan "Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami dalam suatu piagam negara yang berbentuk Republik kesatuan..."
Sistem pemerintahan yang dianut oleh UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan parlementer. Dengan demikian, sistem pemeeirntahan yang digunakan pada masa konstitusi RIS 1949 masih dipertahankan oleh UUDS 1950.
Masa berlakunya UUDS 1950 seperti juga masa-masa sebelumnya seringkali diisi dengan jatuh bangunnya kabinet sehingga pemerintahan tidak stabil. Faktor yang menyebabkan fenomena tersebut adalah hal-hal berikut ini.
- adanya sistem pemerintahan parlementer yang disertai sistem multipartai;
- perjuangan partai-partai politik hanya untuk kepentingan golongan atau partainya;
- pelaksanaan sistem demokrasi yang tidak sehat;
Sesuai dengan sistem parlementer yang dianut oleh UUDS 1950, kekuasaan pemerintah negara (eksekutif) dilakukan sepenuhnya oleh dewan menteri sehingga kebijaksanaan pemerintah dipertanggungjawabkan oleh dewan menteri kepada DPR. Kekuasaan perundang-undangan (legislatif) dilakukan oleh pemerintah bersama DPR, kecuali dalam perubahan undang-undang dasar. DPR memiliki hak untuk mengajukan rancangan undang-undang. Selama masa berlakunya UUDS 1950, hak tersebut pernah digunakan oleh DPR sebanyak delapan kali. Dengan demikian, pemerintah (presiden dan menter) dan DPR harus bekerja sama di bidang legislatif karena setiap undang-undang harus memperoleh persetujuan DPR dan pengesahan pemerintah.
Bidang yudikatif sepenuhnya dilaksanakan oleh Mahkamah Agung. Menurut pasal 105 ayat 1 dan 2 UUDS 1950 Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi yang bertugas melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan-pengadilan lain berdasarkan aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Di samping itu, Mahkamah Agung dapat memberi nasihat kepada presiden berkenaan dengan pemberian grasi atas hukuman yang telah dijatuhkan oleh pengadilan.
Kedaulatan rakyat disalurkan melalui sistem multipartai. Oleh sebab itu, stabilitas negara sukar dicapai karena parlemen dapat menjatuhkan kabnet jika partai oposisi dalam parlemen kuat. Akibatnya, kabinet tidak berumur panjang dan banyak program terbengkalai sehingga menimbulkan banyak masalah di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan.
Terdapat beberapa kabinet yang melaksanakan pemerintahan selama berlakunya Demokrasi Liberal, diantaranya sebagai berikut.
- Kabinet Natsir (6 September 1950 s.d. 27 April 1951). Kabinet ini merupakan kabinet pertama yang memerintah pada masa Demokrasi Liberal.
- Kabinet Soekiman-Soewiryo (27 April 1951 s.d. 3 April 1952). Kabinet ini dipimpin oleh Soekiman-Soewiryo dan merupakan kabinet koalisi Masyumi dan PNI.
- Kabinet Wilopo (3 April 1952 s.d. 30 Juli 1953). Kabinet ini merintis sistem Zaken Kabinet. Artinya, bahwa kabinet yang dibentuk terdiri atas para ahli dalam bidangnya masing-masing.
- Kabinet Ali Sastroamidjojo I (30 Juli 1953 s.d. 12 Agustus 1955). Kabinet ini merupakan kabinet terakhir sebelum pemilihan umum. Kabinet ini didukung oleh PNI-NU.
- Kabinet Burhanuddin Harahap dari masyumi (12 Agustus 1955 s.d. 24 Maret 1956).
- Kabinet Ali Sostroamidjojo II (24 Maret 1956 s.d. 9 April 1957). Kabinet ini berkoalisi dengan PNI, Masyumi, dan NU.
- Kabinet Karya (9 April 1957 s.d. 10 Juli 1959). Kabinet ini merupakan Zaken Kabinet.
Demokrasi yang digunakan dalam hukum dasarnya sama dengan realitanya yakni demokrasi liberal dan demokrasi parlementer.
Periode Demokrasi Terpimpin (5 Juli 1959 s.d. 1965)
Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 disambut baik oleh rakyat yang didukung oleh TNI AD. serta dibenarkan oleh Mahkamah Agung dan DPR yang bersedia bekerja terus dalam rangka menegakkan UUD 1945. Menurut UUD 1945, Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
Dekrit presiden memuat ketentuan pokok sebagai berikut:
- menetapkan pembubaran konstituante;
- menetapkan bawah UUD 1945 berlaku kembali bagi segenap bangsa Indonesia;
- pembentukan Majelis Pemusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dalam waktu singkat.
Pada periode ini, pemerintah Indonesia menganut sistem Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin tersebut sesuai dengan sila keempat Pancasila, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/perwakilan. Namun, presiden menafsirkan terpimpin dalam arti "pimpinan terletak di tangan pemimpin besar revolusi". Selain itu, terdapat beberapa penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Demokrasi Terpimpin, antara lain sebagai berikut:
- menafsirkan Pancasila terpisah-pisah, tidak dalam kesatuan bulat dan utuh;
- pengangkatan Presiden seumur hidup dan banyaknya jabatan yang rangkap;
- Presiden membubarkan DPR hasil pemilu 1955;
- konsep Pancasila bergeser menjadi konsep Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis);
- bergesernya makna Demokrasi Terpimpin karena dalam pelaksanaannya cenderung terjadi pemusatan kekuasaan pada presiden/ pemimpin besar revolusi;
- pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif yang cenderung memihak komunis;
- Manipol USDEK (Manifesto Politik, UUD, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia) dijadikan GBHN tahun 1960. USDEK dibuat oleh presiden, sedangkan GBHN harus dibuat oleh MPR.
Demokrasi yang digunakan dalam hukum dasarnya merupakan demokrasi pancasila, demokrasi presidentil, dan demokrasi tidak langsung. Tapi pada realitanya digunakan demokrasi terpimpin.
Demokrasi di Masa Orde Baru (1966 s.d. 1998)
Sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung dalam batang tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, yaitu sebagai berikut:
- Negara Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum;
- sistem konstitusional;
- kekuasaan negara yang tertinggi di tangan MPR;
- presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi di bawah Majelis;
- presiden tidak bertanggung jawab pada DPR;
- menteri negara ialah yang membantu presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR;
- kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Masa kepemimpinan Orde Baru merupakan masa kepemimpinan nasional yang bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen serta bertujuan menegakkan keadilan dan kebenaran dalam negara Republik Indonesia. Supersemar dan pelaksanaannya ternyata memperoleh dukungan rakyat dan aparatur negara sehingga merupakan titik tolak terwujudnya tata kehidupan baru dalam struktur ketatanegaraan yang berdasarkan kemurnian Pancasila dan UUD 1945.
Namun di saat kepemimpinan orde baru bertekad melaksanakan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, terjadi ketidakpuasan masyarakat akibat kepemimpinan yang bersifat sentralistik dan tidak memperhatikan kepentingan, kemakmuran, dan kesejahteraan penduduknya.
Berikut ini berbagai penyebab penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan orde baru.
- Bidang ekonomi. Pelaksanaan perekonomian, cenderung monopolistik. Artinya, kelompok tertentu yang dekat dengan elit kekuasaan mendapat prioritas khusus yang mengakibatkan kesenjangan sosial.
- Bidang politik. Mekanisme hubungan pusat dan daerah cenderung menganut sentralistik kekuasaan. Keadaan ini menghambat pemerataan hasil pembangunan dan pelaksaan otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab.
- Bidang hukum. Hukum tidak berlaku di kalangan atas.
Demokrsai yang digunakan dalam hukum dasarnya adalah demokrasi pancasila, demokrasi presidentil, dan demokrasi tidak langsung. Sementara pada realitanya digunakan demokrasi pancasila saja.
Demokrasi di Masa Reformasi (1998 s.d. sekarang)
Masa reformasi lahir setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri sejak 21 Mei 1998 dan digantikan oleh Wakil Presiden Prof.Dr.BJ.Habibie.
Pelaksanaan pemilu 7 Juni 1999 yang diikuti oleh 48 partai politik, dimenangkan oleh PDI-P, Golkar, PPP, PKB, PAN, dan PBB. Dalam sidang umum MPR RI bulan Oktober 1999, terpilih ketua MPR RI periode 1999-2004 yaitu Ir. Akbar Tanjung. Pemilihan tersebut dilakukan secara voting.
Pada 20 Oktober 1999, diadakan penyelenggaraan pemilihan presiden RI yang calonnya adalah K.H. Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Pemilihan dilakukan dengan cara voting dan hasilnya, K.H. Abdurrahman Wahid memperoleh 373 suara, Megawati Soekarnoputri memperoleh 313 suara. Dengan demikian, presiden yang terpilih adalah K.H.Abdurrahman Wahid, yang dilantk pada 20 Oktober 1999.
Pada 21 Oktober 1999, diselenggarakan pemilihan wakil presiden RI. Calonnya adalah Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan juga dilakukan dengan voting. Hasilnya, Megawati Soekarnoputri memperoleh 396 suara, sementara Hamzah Haz memperoleh 282 suara. Dengan demikian, wakil presiden RI periode 1999-2004 ialah Megawati Soekarnoputri yang dilantik tanggal 21 Oktober 1999. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, kedudukan Abdurrahman Wahid beralih kepada Megawati Soekarnoputi dengan wakilnya Hamzah Haz karena adanya ketidakpuasan rakyat selama pemerintahan yang dipimpin olehnya.
Pada 2004, untuk pertama kalinnya bangsa Indonesia melaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat. Pemilu diikuti oleh 24 partai politik. Pemilu dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, pada 5 April 2004 dilaksanakan pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kota/kabupaten, dan DPD. Kedua, pada 5 Juli 2004 dilaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden tahap pertama. Ketiga, pada 20 September 2004 pemilihan presiden dan wakil presiden tahap kedua. Hasil pemilihan tersebut menempatkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia periode 2004-2009. Kemudian dilakukan pemilu tahun 2009 dengan sistem yang sama, yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung yang akhirnya terpilih pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono sebagai presiden dan wakil presiden RI periode 2009-2014.
Di masa reformasi ini, kebebasan masyarakat dalam menggunakan haknya lebih terbuka dan meluas. Pengawasan terhadap pemerintah semakin dalam dilakukan oleh masyarakat. Demokrasi ini tidak hanya menjadi identitas tetapi diupayakan untuk diaplikasikan secara total, masyarakat lebih kritis dan terbuka.
Demokrasi yang digunakan berdasarkan hukum dasar sama dengan realitanya sama yakni dibagi menjadi dua:
- Sebelum diamandemen : demokrasi pancasila, demokrasi presidentil, dan demokrasi tidak langsung.
- Setelah diamandemen : demokrasi pancasila, demokrasi presidentil, dan demokrasi langsung.